Bahaya Shisha (iseng)
Senin, 28 September 2009 jam 18:27
Menghisap shisha sama temen2 sambil ngobrol ngalor-ngidul pastinya mengasyikkan. Aktivitas ini tidak hanya didominasi laki-laki. Kaum Hawa pun sudah menjadi penikmat rokok dari Timur Tengah trsbut. Bahkan mereka yang bukan perokok sekalipun, banyak yang gemar bersantai dengan kepulan asap harum menyegarkan dari alat yg bernama bong. Lantas bagaimanakah ancaman kepulan shisha terhadap kesehatan?
Akhir tahun lalu, Agen Anti Tembakau Prancis (L'Office Français de prévention du TabagismeOFT), melansir hasil penelitian Laboratorium Nasional Prancis tentang bahaya shisha. Seorang penghisap shisha setara dengan 70 penghisap rokok biasa. Kandungan tar dari asap shisha sama dengan 27 hingga 102 batang rokok. Penghisap shisha sama saja dengan menghirup karbon monoksida (gas yang terkandung dalam asap knalpot) seperti yang dikandung 15-52 batang rokok biasa
.
Tes yang dikembangkan Laboratoire National d’Essais (LNE) dalam tiga tipe yakni shisha dengan karbon ringan berjumlah sedikit, shisha dengan karbon ringan berjumlah banyak, serta tipe dengan karbon alami dengan volume kecil.
Dalam 70 liter asap shisha, tipe pertama menghasilkan 319 miligram tar atau 32 kali lebih besar dari kandungan tar yang diizinkan di Eropa. Sedangkan shisha tipe kedua mengandung 266 mg tar atau 27 kali lebih tinggi dibandingkan rokok biasa. Sisha tipe tiga memiliki kandungan tar 1.023 mg, atau 102 kali diatas ambang batas rokok biasa.
Shisha tipe pertama memiliki kadar karbon monoksida 17 kali lebih besar dari rokok biasa, tipe 2 mencapai 15 kali lebih tinggi, dan tipe 3 sebanyak 52 kali. Sedangkan kadar nikotin pada shisha tipe 1 dan 2 setara dengan sebatang rokok, sedangkan tipe 3 setara dengan 6 batang rokok.
Dr Marius Widjajarta, Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI), mengatakan rokok biasa saja sudah mendatangkan penyakit luar biasa bagi penghisapnya. Belum lagi dampak asap rokok terhadap lingkungan.
"Bahaya shisha lebih besar dibanding rokok biasa. Walau rasa tembakau shisha tidak sepekat rokok biasa, kandungan racun didalamnya bisa menimbulkan beragam penyakit mematikan,” kata Marius.
Menurut ketua tim peneliti Pierre Band dari Britis Columbia Cancer Agency di Vancouver, jaringan payudara paling sensitif terhadap zat-zat karsinogen yang dapat memicu kanker pada masa pubertas. Pada saat itu, sel-sel payudara masih tumbuh. Kesimpulan itu didukung dengan kenyataan bahwa perempuan yang mulai merokok setelah melahirkan anak pertama tidak menghadapi resiko kanker payudara.
Sajian riset di atas agaknya menjadi pelajaran bagi penikmat shisha. "Jangan sampai terapi yang diinginkan itu malah kebablasan karena beban yang harus ditanggung organ paru-paru. Relaksasi yang ingin dicapai, sebaiknya dengan cara ideal seperti berolah raga teratur, istirahat yang cukup, dan mengonsumsi makanan bergizi,” tutur Marius.
Benar atau tidaknya artikel ini saya pun belum memastikan secara akurat karena memang saya sendiri pun salah satu dari penikmat sisya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar